Transudat - Eksudat
Rongga-rongga serosa dalam badan normal mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan itu terdapat umpama dalam rongga perikardium, rongga pleura, rongga perut dan berfungsi sebagai pelumas agar membran-membran yang dilapisi mesotel dapat bergerak tanpa geseran. Jumlah cairan itu dalam keadaan normal hampir tidak dapat diukur karena sangat sedikit. Jumlah itu mungkin bertambah pada beberapa keadaan dan akan berupa transudat atau eksudat.
Fungsi dari transudat dan eksudat adalah sebagai respon tubuh terhadap adanya gangguan sirkulasi dengan kongesti pasif dan oedema (transudat), serta adanya inflamasi akibat infeksi bakteri (eksudat).
Transudat terjadi sebagai akibat proses bukan radang oleh gangguan kesetimbangan cairan badan (tekanan osmosis koloid, stasis dalam kapiler atau tekanan hidrostatik, kerusakan endotel, dsb.), sedangkan eksudat bertalian dengan salah satu proses peradangan.
Bila radang terjadi pada pleura, maka cairan radang juga dapat mengisi jaringan sehingga terjadi gelembung. Cairan yang terjadi akibat radang mengandung banyak protein sehingga berat jenisnya lebih tinggi dari pada plasma normal. Begitu pula cairan radang ini dapat membeku karena mengandung fibrinogen. Cairan yang terjadi akibat radang ini disebut eksudat. Jadi sifat-sifat eksudat ialah mengandung lebih banyak protein daripada cairan jaringan normal, berat jenisnya lebih tinggi dan dapat membeku. Cairan jaringan yang terjadi karena hal lain dari pada radang, misalnya karena gangguan sirkulasi, mengandung sedikit protein, berat jenisnya rendah dan tidak membeku, cairan ini disebut transudat. Transudat misalnya terjadi pada penderita penyakit jantung. Pada penderita payah jantung , tekanan dalam pembuluh dapat meninggi sehingga cairan keluar dari pembuluh dan masuk ke dalam jaringan.
Berbagai jenis eksudat : eksudat ialah cairan dan sel yang keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan pada waktu radang. Bila cairan eksudat menyerupai serum darah dan hanya sedikit mengandung fibrin dan sel, maka eksudat bersifat cair sekali dan dinamai eksudat bening/jernih. Eksudat bening sering terjadi pada radang tuberculosis yang mengisi rongga pleura dapat berjumlah satu liter atau lebih. Eksudat fibrinosa mengandung banyak fibrin sehingga melekat pada permukaan pleura, merupakan lapisan kelabu/kuning yang ditemukan pada pneumonia. Mikroskopis eksudat ini mengandung serabut fibrin dan dalam sela – sela diantara serabut ini terdapat sel radang. Eksudat fibrinosa terjadi bila permeabilitas kapiler bertambah banyak, yaitu karena molekul – molekul fibrin besar dapat keluar dari kapiler dan menjadi bagian daripada eksudat. Eksudat purulen ialah eksudat yang terjadi daripada nanah. Nanah ini terjadi pada radang akut yang mengandung banyak sel polinukleus yang kemudian musnah dan mencair karena lisis. Sisa jaringan nekrotik yang mengalami lisis bersama dengan sel polinukleus yang musnah dan limfe radang menjadi cairan yang disebut nanah. Eksudat hemoragik ialah eksudat radang yang berwarna kemerah–merahan karena mengandung banyak eritrosit.
Pemeriksaan cairan badan yang tersangka transudat atau eksudat bermaksud untuk menentukan jenisnya dan sedapat-dapatnya untuk mendapatkan keterangan tentang causanya.
Ciri-ciri transudat spesifik ; cairan jernih, encer, kuning muda, berat jenis mendekati 1010 atau setidak-tidaknya kurang dari 1018, tidak menyusun bekuuan (tak ada fibrinogen), kadar protein kurang dari 2,5 g/dl, kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma darah, jumlah sel kecil dan bersifat steril.
Ciri-ciri eksudat spesifik ; keruh (mungkin berkeping-keping, purulent, mengandung darah, chyloid,dsb.), lebih kental, warna bermacam-macam, berat jenis lebih dari 1018, sering ada bekuan (oleh fibrinogen), kadar protein lebih dari 4,0 g/dl, kadar glukosa jauh kurang dari kadar dalam plasma darah, mengandung banyak sel dan sering ada bakteri.
Dalam praktek sering dijumpai cairan yang sifat-sifatnya sebagian sifat transudat dan sebagian eksudat lagi sifat eksudat, sehingga usaha untuk membedakan antara transudat dan eksudat menjadi sukar.
Perbedaan Transudat dan Eksudat:
Keterangan:
Transudat:
Eksudat:
Rivalta
-
+
Berat jenis
< 1,016
> 1,016
Kadar protein
< 3 gr / 100 cc
> 3 gr / 100 cc
Protein plasma
< 0,5
> 0,5
LDH
< 200 IU
> 200 IU
LDH plasma
< 0,6
> 0,6
Lekosit
Hitung jenis leukosit
< 1000 / mm3
< 50% limfosit
> 1000 / mm3
> 50% limfosit
PH
>7,3
< 7,3
Glukosa
≤ plasma
< plasma
Amilase
= plasma
>plasma
Alkali fosfatase
>75 u
> 75 u
MEKANISME PEMBENTUKAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT
Di dalam rongga serosa dalam keadaan normal terdapat sedikit cairan yang berfungsi sebagai pergerakan alat-alat di dalam rongga tersebut.
Dalam keadaan normal, cairan bergerak antara pembuluh darah dan cairan ekstravaskuler, disini terdapat keseimbangan antara tekanan koloid osmotic plasma dan tekanan hidrostatik yang mendorong cairan kedalam jaringan yang menyebabkan cairan tetap tinggal dalam pembuluh darah.
Tetapi pada keadaan patologis tertentu, misalnya :
a. Tekanan hidrostatik meningkat
b. Tekanan koloid osmotic
c. Kenaikan filtrate kapiler dan protein spesifik
Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan naiknya substansi tertentu dan pengumpulan cairan di ekstravaskuler, molekul-molekul kecil seperti air, elektrolit, dan kristaloid akan berdifusi secara cepat melewati plasma darah, sehingga terjadi penumpukan cairan, proses ini disebut dengan istilah ULTRAFILTRASI.
Eksudat terjadi karena infeksi bakteri yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah.
Transudat eksudat dapat terjadi pada :
· Sindroma nefrotik
· Sirosis hepatis
· Gagal jantung
MEKANISME PENIMBUNAN CAIRAN PASIF
Penimbunan cairan (efusi) terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik, yang memaksa cairan menembus keluar kapiler untuk masuk ke jaringan. Tekanan hidrostatik cenderung mendorong cairan keluar, dan hal ini dilawan oleh tekanan dalam sirkulasi. Albumin dan protein-protein di dalam darah berperan menimbulkan tekanan onkotik. Tekan hidrostatik di ujung arterial biasanya sekitar 40 mmHg, dan tekanan onkotik 25 mmHg. Dengan demikian tekanan positive yang mendorong cairan keluar ke dalam rongga serosa adalah 15 mmHg. Apabila tekanan onkotik plasma berkurang, semakin banyak cairan yang didorong keluar, dan ini sering merupakan penyebab efusi serosa. Dalam keadaan normal, di ujung venosa kapiler tekanan hidrostatik turun menjadi sekitar 10 mmHg, dan tekanan osmotic koloid tetap 25 mmHg, yang melawan tekanan hidrostatik ini. Dengan demikian terjadi tekanan negative sebesar 15 mmHg di ujung venosa, yang cenderung menarik cairan masuk ke dalam pembuluh cairan. Setiap proses yang meningkatkan tekanan hidrostatik di ujung venosa besar kemungkinannya menyebabkan penimbunan cairan secara pasif. selain itu, setiap penurunan tekanan onkotik plasma akan mengurangi jumlah cairan yang tertarik masuk ke dalam kapiler venosa.
Mekanisme lain yang mempermudah penimbunan pasif cairan, yang mungkin bersifat local atau generalisata, adalah mekanisme alergi yang meningkatkan permeabilitas kapiler atau obstruksi limfe. Hal ini pada gilirannya, mengurangi jumlah cairan ekstravaskuler yang dibersihkan oleh system limfatik.
Eksudat terbentuk apabila lapisan kapiler atau membrane rusak oleh proses peradangan atau neoplastik. Akibatnya protein berukuran besar dan konstituen darah lainnya bocor keluar untuk masuk ke jaringan dan rongga tubuh. Pada peradangan aktif, kandungan protein pada cairan ini meningkat.
CARA MEMPEROLEH BAHAN
Bahan (dari rongga perut, pleura, pericardium, sendi, kista, hidrocele,dsb.) didapat dengan mengadakan pungsi. Karena tidak dapat diketahui terlebih dulu apakah cairan itu berupa transudat atau eksudat, haruslah pertama-tama syarat bekerja steril diindahkan dan kedua untuk menyediakan anticoagulant. Sediakanlah pada waktu melakukan pungsi selain penampung biasa juga penampung steril (untuk biakan) dan penampung yang berisi larutan natrium citrat 20% atau heparin steril.
Cairan yang diperoleh ditampung dalam 3 botol penampung :
· Botol I : Steril untuk pemeriksaan bakteriologi
· Botol II : Di tambah anticoagulant untuk pemeriksaan rutin
· Botol III : Tanpa anticoagulant untuk pemeriksaan kimia.
Yang harus diperhatikan pada waktu pungsi adalah Pengambilan cairan tidak boleh seluruhnya karena :
Ø Untuk menghindari terjadinya shock
Ø Pada cairan ascites banyak mengandung protein
Guna pemeriksaan :
Ø Untuk menentukan jenis cairan yang diperiksa
Ø Mengusahakan mencari penyebabnya
Syarat pemeriksaan :
Ø Harus dilakukan dengan cepat karena mudah terjjadi desintegrasi, oleh karena itu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan cytology.
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
1. Jumlah
Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan pungsi. jika semua cairan dikeluarkan jumlah itu memberi petunjuk tentang luasnya kelainan.
2. Warna
Mungkin sangat berbeda-beda. Agak kuning, kuning bercampur hijau, merah jambu, merah, putih serupa susu, dll. Bilirubin memberi warna kuning kepada transudat. darah menjadikannya merah atau coklat, pus memberi warna putih-kuning, chylus putih serupa susu, B.pyocyaneus biru-hijau. Warna transudat biasanya kekuning-kuningan, sedangkan eksudat dapat berbeda-beda warnanya dari putih melalui kuning sampai merah darah sesuai dengan causa peradangan dan beratnya radang. Warna eksudat oleh proses radang ringan tidak banyak berbeda dari warna transudat.
3. Kejernihan
Inipun mungkin sangat berbeda-beda dari jernih, agak keruh sampai sangat keruh. Transudat murni kelihatan jernih, sedangkan eksudat biasanya ada kekeruhan. Jika mungkin, kekeruhan yang menunjuk kepada sifat eksudat itu dijelaskan lebih lanjut sebagai umpamanya serofibrineus, seropurulent, serosanguineus, hemoragik, fibrineus, dll.
Kekeruhan pada transudat eksudat terutama disebabkan oleh
· Leukosit : Kekeruhan yang sangat ringan sampai dengan seperti bubur.
· Erytrocyt : Kekeruhan berwarna kemerah-merahan
Adanya kekeruhan pada transudat eksudat dinyatakan dengan:
· Serous
· Seropurulent
· Serosanguinis
· Putrid
· Purulent
· Serofibrinous
4. Bau
Biasanya baik transudat maupun eksudat tidak mempunyai bau bermakna, kecuali kalau terjadi pembusukan protein. Infeksi dengan kuman anaerob dan oleh E.coli mungkin menimbulkan bau busuk, demikian adanya bau mengarah ke eksudat.
5. Berat Jenis
Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjadinya bekuuan. Penetapan ini penting untuk menentukan jenis cairan. Kalau jumlah cairan yang tersedia cukup, penetapan dapat dilakukan dengan urinometer, kalau hanya sedikt sebaiknay memakai refraktometer. Seperti sudah diterangkan, nilai berat jenis dapat ikut memberi petunjuk apakah cairan mempunyai ciri-ciri transudat atau eksudat.
6. Bekuan
Perhatikan terjadinya bekuan, dan terangkan sifatnya (renggang, berkeping, berbutir, sangat halus, dll). Bekuan itu tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada eksudat. Kalau dikira cairan yang dipungsi barsifat eksudat, campurlah sebagian dari cairan itu dengan anticoagulant supaya tetap cair dan dapat dipakai untuk pemeriksaan lain-lain.
Bekuan yang terjadi sangat lambat pada transudat karena kadar fibrinogen yang rendah disebut FIBRINOUS SWAB / PELICLE.
PEMERIKSAAN KIMIA
Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja kepada kadar glukosa dan protein dalam cairan itu. Alasannya ialah cairan rongga dalam keadaan normal mempunyai susunan yang praktis serupa dengan susunan plasma darah tanpa albumin dan globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar glukosa sama sperti plasma, sedangkan eksudat biasanya berisi kurang banyak glukosa teristimewa jika eksudat itu mengandung banyak leukosit.
Protein dalam transudat dan eksudat praktis hanya fibrinogen saja. Dalam transudat kadar fibrinogen rendah, yakni antara 300-400 mg/dl dan dalam eksudat kadar protein 4-6 g/dl.
Percobaan Rivalta
Test yang sudah tua ini tetap masih berguna dalam upaya membedakan transudat dan eksudat dengan cara amat sederhana.
Tujuan : Membedakan transudat dan eksudat
Prinsip : Seromucin yang terdapat dalam eksudat dan tidak terdapat dalam transudat akan bereaksi dengan asam acetat encer membentuk kekeruhan yang nyata.
Cara kerja :
1. Kedalam becker glass 100 ml dimasukkan 100 ml aquadest.
2. Tambahkan 1 tetes asam asetat glacial dan campurlah.
3. Jatuhkan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran ini, dilepaskan kira-kira 1 cm dari atas permukaan.
4. Perhatikan tetesan itu bercampur dan bereaksi dengan cairan yang mengandung asam asetat. ada tiga kemungkinan :
a. Tetesan itu bercampur dengan larutan asam asetat tanpa menimbulkan kekeruhan sama sekali. Hasil test adalah negative.
b. Tetesan itu mengadakan kekeruhan yang sangat ringan serupa kabut halus. Hasil test positive lemah.
c. Tetesan itu membuat kekeruhan yang nyata seperti kabut tebal atau dalam keadaan ekstrem satu presipitat yang putih. hasil test positive .
Catatan :
Cara ini berdasarkan seromucin yang terdapat dalam eksudat, tetapi tidak dalam transudat. Percobaan ini hendaknya dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang dapat diandali.
Hasil positive didapat pada cairan yang bersifat eksudat. Transudat biasanya menjadikan test ini positive lemah. Kalau transudat sudah beberapa kalii dispungsi, maka transudatpun mungkin menghasilkan kekeruhan serupa yang dari eksudat juga. Cairan rongga badan normal, yaitu yang bukan transudat atau eksudat dalam arti klinik, menghasilkan test negative.
Kadar protein
Menentukan kadar protein dalam cairan rongga tubuh dapat membantu klinik dalam membedakan transudat dari eksudat. Kadar protein dalam transudat biasanya kurang dari 2,5 g/dl sedangkan eksudat berisi lebih dari 4 g/dl. Penetapan ini tidak memerlukan cara yang teliti.
Cara :
1. Tetapkan lebih dahulu berat jenis cairan itu.
2. Klau berat jenis 1010 atau kurang, adakanlah pengenceran 5-10 kali. Kalau berat jenis lebih dari 1010 buatlah pengenceran 20 kali.
3. Lakukanlah penetapan menurut Esbach dengan cairan yang telah diencerkan itu. Dalam memperhitungkan hasil terakhir ingatlah pengenceran yang tadi dibuat.
Catatan :
Cara Esbach telah cukup teliti untuk dipakai dalam klinik. Pengenceran yang diadakan itu bermaksud agar kadar protein dalam cairan yang diencerkan mendekati nilai 4 g/liter, ialah kadar yang memberi hasil yang sebaik-baiknya pada cara Esbach.
Dari berat jenis cairan bersangkutan juga sudah dapat didekati nilai protein dengan memakai rumus :
(berat jenis – 1,007) x 343 = g protein/100 ml cairan. Maka atas perhitungan itu
b.d. 1,010 sesuai dengan 1 g protein per 100 ml
b.d. 1,015 sesuai dengan 2,5 g protein per 100 ml
b.d. 1,020 sesuai dengan 4,5 g protein per 100 ml
b.d. 1,025 sesuai dengan 6 g protein per 100 ml.
Dalam rumus dan perhitungan di atas berat jenis air sama dengan 1,000.
Zat lemak
Transudat tidak mengandung zat lemak, kecuali kalau tercampur dengan chylus. Dalam eksudat mungkin didapat zat lemak, disebabkan oleh karena dinding kapiler dapat ditembus olehnya. Keadaan itu sering dipertalikan dengan proses tuberculosis.
Kadang-kadang dilihat cairan yang putih serupa susu. Dalam hal itu perlu mengetahui apakah putihnya cairan itu disebabkan chylus atau oleh zat lain.
Cara :
1. Berilah larutan NaOH 0,1 N kepada cairan sehingga menjadi lindi.
2. Lakukan ekstraksi dengan eter. Jika cairan itu menjadi jernih, putihnya disebabkan oleh chylus.
3. Jika tidak menjadi jernih, puutihnya mungkin disebabkan oleh lecithin dalam keadaan emulsi. Untuk menyatakan lecithin dilakukan test sebagai berikut :
a. Encerkanlah larutan itu 5x dengan etilalkohol 95%
b. Panasilah berhati-hati dlam bejana air. Kalau cairan menjadi jernih, putihnya disebabkan oleh lecithin. Untuk lebih lanjut membuktikannya teruskanlah percobaan dengan :
c. Saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam keadaan masih panas.
d. Filtratnya ditampung dan diuapkan diatas air panas sampai volume menjadi sebesar semula (sebelum diberi etilalkohol) dan biarkan menjadi dingin lagi.
e. Kalau menjadi keruh lagi, adanya lecithin terbukti. Kekeruhan itu bertambah kalau diberi sedikit air.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Menghitung jumlah sel dalam cairan eksudat atau transudat tidak selalu mendatangkan manfaat.
Jikalau sekiranya diperkirakan akan terjadi bekuan, perlulah cairan setelah pungsi di campur dengan anticoagulans, umpamanya larutan Na citrate 20% untuk tiap 1 ml cairan dipakai 0,01 ml larutan citrate itu.
Sel yang dihitung biasanya hanya leukosit (bersama sel-sel berinti lain seperti sel mesotel, sel plasma, dsb.0 saja. Menghitung jumlah erytrosit jarang sekali dilakukan karena tidak bermakna.
Menghitung jumlah leukosit
Kalau cairan berupa purulent, tidak ada gunanya untuk menghitung jumlah leukosit. Tindakan ini baiklah hanya dilakukan dengan cairan yang jernih atau yang agak keruh saja.
Pada cairan jernih pakailah pengenceran seperti dipakai untuk menghitung jumlah leukosit dalam cairan otak. Untuk cairan yang agak keruh, pilihlah pengenceran yang sesuai.
Bahan pengenceran sebaiknya larutan NaCl 0,9%, jangan larutan turk, Karen cairan turk itu mungkin menyebabkan terjadinya bekuan dalam cairan.
Cairan yang berupa transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul. semakin tinggi angka itu semakin besar kemungkinan cairan tersebut bersifat eksudat.
Menghitung jenis sel
Menghitung jenis sel biasanya hanya membedakan dua golongan jenis sel yaitu golongan yang berinti satu yang digolongkan dengan nama “limfosit” dan golongan sel polinuklear atau “segment”. Dalam golongan limfosit ikut terhitung limfosit, sel-sel mesotel, sel plasma, dsb.
Perbandingan banyak sel dalam golongan –golongan itu memberi petunjuk kearah jenis radang yang menyebabkan atau menyertai eksudat itu.
Cara :
1. Sedian apus dibuat dengan cara berlain-lainan tergantung sifat cairan itu :
a. jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak mengandung banyak sel, pusinglah 10-15 ml bahan. Cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan beberapa tetes serum penderita sendiri. Buatlah sediaan apus dari campuran itu.
b. Kalau cairan keruh sekali atau purulent, buatlah sediaan apus langsung memakai bahan itu. Jika terdapat bekuan dalam cairan, bekuan itulah yang dipakai untuk membuat sediaan tipis.
2. Pulaan sediaan itu dengan Giemsa atau Wright.
3. Lakukan hitung jenis atas 100-300 sel. Hitung jenis itu hanya membedakan “limfosit” dari “segment” seperti telah diterangkan.
Catatan :
Hasil hitung jenis dapat memberikan keterangan tentang jenis radang yang menyertai proses radang akut hampir semua sel berupa segment. Semakin tenang proses itu semakin bertambah “limfosit”nya, sedangkan radang dan rangsang menahun menghasilkan hanya limfosit saja dalam hitung jenis.
Pemeriksaan sitologik terhadap adanya sel-sel abnormal, teristimewa sel-sel ganas sangat penting. Sitodiagnostik semacam itu tidak dapat dilakukan dengan cara seperti di atas, melainkan mewajibkan teknik khusus menurut Papanicolaou. Meskipun teknik Papanicolaou tidak diterangkan di sini, perlu diketahui bahwa bahan yang diperoleh tidak boleh membeku. Proses pembekuan hendaknya di cegah dengan menggunakan EDTA atau heparin.
BAKTERIOSKOPI
Pakailah sediaan seperti dibuat untuk menghitungkan jenis sel dan pulaslah menurut Gram dan menurut Ziehl-neelsen.
Metode : Gram
Prinsip : Bakteri gram (+) akan mengikat warna ungu dari carbol gentian violet dan akan diperkuat oleh lugol sehingga pada saat pelunturan dengan alkohol 96 % warna ungu tidak akan luntur, sedangkan gram (-) akan Luntur oleh alkohol dan mengambil warna merah dari fuksin
Kalau akan mencari fungi, taruhlah satu tetes sediment atau bahan ke atas kaca objek dan campurlah dengan sama banyak larutan KOH (atau NaOH) 10%. Tutup dengan kaca penutup, biarkan selama 20 menit, kemudian periksalah dengan mikroskop.
EFUSI PLEURA
Definisi
Penumpukan cairan yang berlebihan di dalam rongga pleura.
Anatomi rongga pleura :
· Membran serosa yang kuat berasal dari mesoderm
· Pleura parietalis → membungkus rongga dada bagian dalam
· Pleura viseralis → membungkus paru
· Tebal rongga pleura 10-20 mikron
· Berisi cairan 25-50cc yang berfungsi sebagai pelican
· Mengandung rendah protein
Patofisiologi efusi pleura : Efusi pleura terjadi oleh karena
· Penumpukan cairan pleura didalam rongga pleura akibat transudasi / eksudasi yang berlebihan.
· Pembentukan lebih besar dari penyerapan.
· Pembentukan normal, penyerapan terganggu.
Penyebab efusi pleura :
I. Peningkatan pembentukan cairan pleura
· Peningkatan cairan intestinal di paru.
ü Gagal jantung kiri
ü Pneumonia
ü Emboli paru
· Peningkatan tekanan intravaskuler di pleura
ü Gagal jantung kanan atau kiri
ü Sindrom vena cava superior
· Peningkatan kadar protein cairan pleura
ü Atelektasis paru atau
ü Peningkatan “Elastic recoil” paru
· Peningkatan cairan dalam rongga peritoneal → ascites atau dialysis peritoneal
· Sumbatan duktus toraksikus
II. Penurunan absorbsi cairan pleura
· Obstruksi saluran limfe parietal
· Peningkatan tekanan vaskuler sistemik
ü Sindrom vena cava superior atau
ü Gagal jantung kanan
Daftar Pustaka :
1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klimlc, cetakan ke--4Penerbit Dian Rakyat 1970
2. Cairan Tubuh (Prof. Hardjoeno dan dr.Fitriani, Unhas Makassar)
Terima Kasih informasinya ka...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus